Tutup PT BBA Beroperasi Di Kei Besar, ITANEM Surati Ketua Satgas Penertiban Kawasan Hutan RI Dan Presiden Prabowo

CM, MALUKU

Setelah 2 kali berapat Pengurus Ikatan Yante Nuhu Evav (ITANEM)  tanggal 8 Desember 2025 telah sepakat untuk menyurati Ketua Satgas Penertiban Kawasan Hutan Republik Indonesia (RI) di Jakarta dan tembusan disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Gubernur Maluku, Ketua DPRD Provinsi Maluku, Bupati Maluku Tenggara dan Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tenggara dalam rangka Penutupan Kegiatan Operasi PT Batu Licin Beton Alphalt (BBA) di Pulau Kei Besar.

Demikian pernyataan Ketua Umum ITANEM, Prof. Dr. Zainuddin Notanubun, M Pd kepada wartawan usai pertemuan kedua  ITAMEN yang berlangsung di Ambon, Senin (8/12/2025).

Dikatakan,  ITANEM sebagai representasi masyarakat adat dari pulau Kei di Ambon dengan ini menyampaikan protes keras dan permintaan

resmi kepada Satgas Penertiban Kawasan Hutan RI, segera mengambil tindakan untuk menghentikan dan menutup seluruh operasional PT BBA di Wilayah Kei Besar dengan dasar dan alasan adalah; Dugaan Pelanggaran Izin Dan Regulasi antara lain, berdasarkan laporan masyarakat dan elemen pemerhati lingkungan yang menyebutkan, PT. BBA diduga beroperasi tanpa dokumen lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) yang lengkap sebelum melakukan penambangan dan pengangkutan material, Data konsesi baik IUP, WIUP maupun dokumen legal lainnya belum dapat diverifikasi secara publik di basis data resmi, padahal aktifitas telah berjalan, hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang legalitas operasional PT BBA.

”Ancaman kerusakan lingkungan dan ekosistem di pulau kecil; Aktivitas tambang di kawasan pesisir dan pulau kecil seperti pulau Kei Besar memiliki potensi besar merusak ekosistem, terumbu karang, laut serta mata pencaharian nelayan lokal serta sedimentasi, polusi serta perubahan bentang alam dapat menghancurkan habitat laut dan membahayakan kehidupan masyarakat adat dan generasi mendatang,” ujarnya.

Selanjutnya menurut Notanubun, PT BBA telah melakukan pelanggaran terhadap hak masyarakat adat dan hak Ulayat, banyak warga dan komunikasi lokal melaporkan kondisi tambang masuk ke wilayah Ulayat atau tanah adat tanpa persetujuan komunitas setempat, hal ini mengancam hak-hak adat, keberlanjutan budaya dan keadilan sosial masyarakat yang telah hidup turun-temurun di Pulau Kei Besar.

” PT BBA beroperasi di Pulau Kei Besar sangat kontradiksi terhadap prinsip perlindungan pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir mengingat Undang-undang dan regulasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengingat resiko ekologi yang sangat besar dan pulau Kei Besar hanya memiliki luas 550 Km2, dan pemberian izin pertambangan di pulau kecil semestinya tidak dilakukan kecuali telah melalui evaluasi lingkungan ketat dan persetujuan masyarakat adat serta pemangku kepentingan lokal,” tutup Notanubun.(CM)